Tidak sedikit tauladan yang bisa dinapak-tilasi dari sosok Buya Syafii. Namun tauladan yang sangat berharga dari Buya adalah perjuangannya untuk menggaungkan perdamaian di Indonesia. Pikirannya untuk Indonesia yang anti-kekerasan dalam beragama membuatnya populer dan dihargai banyak kalangan.
Melalui buku-buku yang ditulisnya nampak bahwa yang diinginkan oleh Buya hanyalah negeri yang damai dan dirahmati Tuhan yang Maha Esa (baldatun ṭayyibatun wa rabbun ghafūr). Di antara buku yang pernah Buya tulis adalah Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan: Sebuah Refleksi Sejarah, Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita, Menerobos Kemelut: Refleksi Cendekiawan Muslim, dan masih banyak yang lainnya.
Di tengah upaya normalisasi dan pewajaran kekerasan atas nama agama bahkan sampai yang paling ekstrim sampai melakukan tindak pidana terorisme, Buya hadir sebagai pengingat bahwa pembunuhan atas nama apapun tidak dibenarkan dan dikutuk keras dalam agama. Upaya untuk meng-kontekstualisasi-kan ayat al-Quran tentang kekejian pembunuhan orang yang tidak bersalah adalah salah satu bentuk perjuangan Buya untuk bangsa ini dalam membumikan al-Quran tidak hanya sebagai bacaan, namun lebih jauh kontekstualisasi al-Quran sebagai semangat juang untuk menentang kekerasan lewat pemahaman yang komprehensif.
Fenomena kekerasan atas nama agama beberapa kali terjadi di Indonesia seperti bom bunuh diri yang terjadi di Bali, Makassar, Yogyakarta, atau di kota-kota lainnya memperlihatkan betapa masih ada orang yang bertindak bodoh dan dengan percaya dirinya dengan ilmu yang dangkal menghilangkan nyawa orang lain atas nama jihad di jalan Tuhan. Padahal, tuntunan al-Quran sangat jelas terkait hal itu.
Upaya brainwashing bahwa agama sedang diserang oleh orang kafir yang akan menghancurkan Islam dan menghilangkan agama Islam di atas dunia ini, atau bahwa agama betapa dalam ancaman misionaris yang secara terang-terangan melakukan pemurtadan masal, atau alasan yang lain yang membuat framing bahwa agama Islam sedang dihancurkan sistematis masih dilakukan beberapa oknum untuk mendapatkan pengantin-pengantin bom bunuh diri atau minimal mendapatkan simpati khususnya dari Masyarakat Muslim.
Sebelum hal itu terjadi, bangsa Indonesia mendapatkan amanat untuk melanjutkan perjuangan Buya Syafii bahwa betapa perdamaian itu sangat mahal harganya. Melalui hal-hal kecil seperti kampanye anti-kekerasan, pentingnya pemahaman agama yang komprehensif khususnya di bab jihad, pentingnya memilih guru agama yang moderat dan toleran terhadap sesama, dan yang lainnya perlu untuk digaungkan sebagai napak-tilas sosok Buya Syafii sebagai orang yang cinta damai.
Meskipun sangat dihormati dan disegani, Buya tetap bertahan dengan sikap tawadu dan gaya hidup sederhana. Kesederhanaannya tampak terlihat ketika Buya menaiki krl menuju Istana Presiden di Bogor untuk menghadiri pertemuan penting beberapa anggota BPIP yang lain dengan Presiden Jokowi. Sebagai anggota BPIP, Buya tidak mau dilayani dan diistimewakan.
Potret sederhananya Buya Syafii Maarif yang lain adalah ketika Buya terlihat mengayuh sepeda di komplek perumahan Nogotirto sebagaimana yang diupload oleh salah satu akun twitter dengan caption “Saya enggak berani menyalip pengendara sepeda bertopi merah ini, ketemu di Kompleks Perumahan Nogotirto. Semoga Buya selalu diberi kesehatan, berkah. Ya beliau Buya Ahmad Syafii Maarif.’
Contoh lain ketika ikut mengantri lama di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pemimpin redaksi Suara Muhammadiyah (Deni Asyari) yang ketika itu menemaninya, disuruh pulang karena harus antri lama sebagaimana dikutip dari Suara Muhammadiyah.
Sebagai generasi muda Indonesia baik itu generasi millennial ataupun gen Z sewajarnya membaca Buya Syafii sebagai contoh dan tauladan serta pembawa peradaban baru yang lebih beradab dan saling menghormati, penggema anti-kekerasan dan cinta perdamaian, dan sosok yang teduh dan pemaaf. Sebagaimana pidato Bung Karno “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”, Buya adalah bagian penting dalam sejarah Indonesia. Tapak-tilas perjuangan Buya adalah tanda dan bukti bahwa kita sebagai anak muda Indonesia tidak meninggalkan sejarah Bangsa ini.*

